Artikel

Bias Kognitif yang Mengacaukan Keputusanmu

Berbagai sumber internet memperkirakan bahwa orang dewasa membuat sekitar 35.000 keputusan sadar jarak jauh setiap hari. Dan ini mungkin tampak tidak masuk akal, tetapi kita membuat 226,7 keputusan per hari hanya tentang makanan , menurut penelitian yang dilakukan para peneliti di Cornell University. Studi tersebut menunjukkan bahwa kita menghabiskan lebih banyak keputusan daripada yang dibutuhkan pada hal-hal seperti apa yang akan dimakan, berapa banyak yang akan dimakan, dengan siapa akan makan, restoran mana yang akan dimakan, dan banyak lagi.

Bukankah itu terdengar sangat melelahkan? Sama seperti kelelahan fisik, ada konsep Kelelahan Keputusan. Faktanya adalah kelelahan keputusan dapat membawa kita ke situasi kelumpuhan analisis . Sementara kita senang memiliki banyak pilihan dalam hidup, karena memberi kita kemungkinan untuk meningkatkan kualitas hidup kita dengan memilih yang terbaik. Namun kelemahan dari terlalu banyak pilihan adalah seringkali menjadi kewalahan, ketika kita harus membuat begitu banyak pilihan setiap hari seperti apa yang akan dimakan, apa yang akan dikenakan atau apakah akan menanggapi email ini atau tidak sekarang.

Bias kognitif merujuk pada cara sistem pemrosesan informasi di dalam otak manusia dapat menyebabkan distorsi atau penyimpangan dalam cara kita mempersepsikan, mengingat, dan mengambil keputusan tentang informasi yang diterima. Bias kognitif ini merupakan bagian dari keberagaman cara di mana pikiran manusia dapat mengalami distorsi dalam memproses informasi, dan mereka dapat mempengaruhi cara kita memahami dunia dan membuat keputusan. Penting untuk menyadari adanya bias kognitif ini agar kita dapat mengatasi mereka dan memperoleh pemahaman yang lebih objektif.

Berikut adalah daftar bias kognitif yang dapat mempengaruhi ketika kita mengambil keputusan

1. Confirmation Bias

Bias konfirmasi adalah kecenderungan psikologis manusia untuk mencari, menginterpretasikan, dan mengingat informasi yang mendukung keyakinan atau pandangan yang sudah ada, sementara mengabaikan atau menolak informasi yang bertentangan. Dengan kata lain, bias ini terjadi ketika seseorang cenderung memilih dan memperkuat keyakinan yang sudah dimilikinya.

Bias konfirmasi dapat mempengaruhi cara seseorang mencari, menafsirkan, dan mengingat informasi. Misalnya, seseorang yang memiliki pandangan politik tertentu cenderung mencari berita atau opini yang mendukung pandangan mereka, dan mengabaikan informasi yang berseberangan. Mereka juga dapat menginterpretasikan informasi secara selektif, cenderung melihat apa yang mereka ingin lihat, dan mengingat informasi yang mendukung keyakinan mereka sementara melupakan informasi yang bertentangan.

Bias konfirmasi dapat terjadi dalam berbagai konteks, termasuk politik, agama, kepercayaan pribadi, dan interaksi sosial. Dalam konteks ilmiah, bias konfirmasi dapat menjadi hambatan dalam mencapai pemahaman yang obyektif dan dapat menghalangi penelitian yang akurat. Para ilmuwan harus berupaya melawan bias ini dengan mencari bukti yang melawan hipotesis mereka sendiri dan mempertimbangkan pendekatan yang berbeda untuk menguji gagasan-gagasan mereka.

Dalam kehidupan sehari-hari, bias konfirmasi dapat menyebabkan kita terperangkap dalam silo pemikiran, di mana kita hanya terpapar pada pandangan yang sudah kita yakini dan menghindari informasi yang berbeda. Hal ini dapat menghambat pemahaman yang lebih luas dan mencegah kita untuk mempertimbangkan sudut pandang yang berbeda.

Untuk mengurangi pengaruh bias konfirmasi, penting untuk menyadari keberadaannya dan berusaha untuk terbuka terhadap informasi yang berbeda atau bertentangan dengan pandangan kita. Kita perlu melatih diri untuk mencari sudut pandang alternatif, mempertimbangkan bukti yang berbeda, dan mengakui bahwa keyakinan kita bisa jadi tidak selalu benar. Dengan demikian, kita dapat mengembangkan pemahaman yang lebih komprehensif dan berbasis bukti.

2. Fundamental Attribution Error

Kesalahan atribusi fundamental adalah kecenderungan kita untuk memberikan penjelasan atau atribusi yang berlebihan terhadap karakteristik disposisional atau pribadi seseorang dalam menjelaskan perilaku mereka, sementara mengabaikan faktor situasional yang mungkin mempengaruhi perilaku tersebut. Dengan kata lain, kita cenderung mempersepsi bahwa perilaku seseorang mencerminkan kepribadian atau karakteristik yang inheren daripada faktor-faktor eksternal yang mungkin memainkan peran.

Misalnya, jika seseorang terlambat dalam sebuah pertemuan, kita cenderung langsung mengasumsikan bahwa mereka terlambat karena kurangnya disiplin atau sikap yang tidak bertanggung jawab. Kami mungkin mengabaikan faktor-faktor situasional seperti kemacetan lalu lintas yang luar biasa atau kejadian tak terduga lainnya yang mungkin membuat mereka terlambat.

Kesalahan atribusi fundamental sering kali terjadi karena adanya kecenderungan kita untuk memfokuskan perhatian pada orang itu sendiri dan mengabaikan pengaruh lingkungan. Kami lebih cenderung mengevaluasi orang lain berdasarkan tindakan mereka, sementara kita cenderung memberikan penjelasan situasional yang lebih berperan dalam menjelaskan perilaku kita sendiri.

Kesalahan atribusi fundamental dapat memiliki dampak signifikan dalam interaksi sosial dan penilaian kita terhadap orang lain. Hal ini dapat menyebabkan stereotip, prasangka, dan penilaian yang tidak akurat tentang orang lain. Misalnya, jika seseorang tidak berperilaku dengan sopan di sebuah acara, kita mungkin cenderung menarik kesimpulan bahwa mereka tidak berpendidikan atau tidak beradab, tanpa mempertimbangkan faktor-faktor situasional yang mungkin mempengaruhi perilaku mereka.

Untuk mengurangi kesalahan atribusi fundamental, penting bagi kita untuk menyadari keberadaannya dan mengakui bahwa faktor situasional juga memainkan peran penting dalam perilaku seseorang. Melihat konteks dan menggali informasi lebih lanjut sebelum membuat penilaian adalah langkah-langkah penting dalam memahami orang lain dengan lebih akurat. Selain itu, bersikap empati dan terbuka terhadap sudut pandang orang lain juga dapat membantu mengurangi kesalahan atribusi fundamental dalam interaksi sosial kita.

3. Bandwagon Effect

Efek Bandwagon, juga dikenal sebagai efek “ikut-ikutan” atau efek kepatuhan sosial, merujuk pada kecenderungan manusia untuk mengikuti atau mempercayai sesuatu hanya karena banyak orang lain melakukannya atau mempercayainya. Dalam efek ini, keyakinan atau perilaku seseorang dipengaruhi oleh kehadiran atau popularitasnya di kalangan orang lain, bukan karena pertimbangan rasional atau bukti yang kuat.

Efek Bandwagon sering terlihat dalam berbagai konteks, termasuk dalam keputusan konsumen, politik, dan sosial. Beberapa contoh efek Bandwagon adalah sebagai berikut:

  1. Keputusan pembelian: Jika banyak orang membeli atau menggunakan suatu produk, orang lain mungkin cenderung mengikuti tren tersebut tanpa mempertimbangkan kelebihan atau kekurangan produk itu sendiri.
  2. Pemilihan politik: Dalam pemilihan politik, ada kecenderungan untuk mendukung kandidat yang dianggap populer atau yang dipandang memiliki peluang menang yang tinggi, meskipun orang tersebut mungkin tidak sepenuhnya sejalan dengan nilai-nilai atau kebijakan yang diinginkan.
  3. Media sosial: Di era media sosial, efek Bandwagon menjadi lebih kuat. Ketika postingan, opini, atau tren tertentu menjadi viral dan mendapatkan banyak dukungan, orang dapat merasa terdorong untuk bergabung atau menyatakan dukungan mereka tanpa pemikiran kritis yang mendalam.

Efek Bandwagon sering kali didorong oleh kebutuhan manusia untuk merasa diterima dan terhubung dengan orang lain. Ketika banyak orang tampaknya mempercayai atau melakukan sesuatu, kita cenderung menganggapnya sebagai indikasi bahwa itu adalah hal yang benar atau populer. Seiring dengan itu, faktor sosial seperti tekanan kelompok atau takut menjadi outlier juga dapat memperkuat efek Bandwagon.

Meskipun efek Bandwagon dapat membantu membangun solidaritas sosial dan kohesi kelompok, itu juga dapat menyebabkan ketidakkritisisme, pengabaian bukti, atau pemikiran kelompok yang berlebihan. Untuk menghindari efek Bandwagon, penting untuk mempertimbangkan informasi dan bukti yang tersedia secara objektif, mengembangkan pemikiran kritis, dan tidak terjebak dalam keputusan atau tindakan hanya karena popularitas atau banyaknya pengikut.

4. Heuristic Bias

Bias heuristik merujuk pada kecenderungan kita untuk menggunakan aturan berpikir yang singkat dan sederhana (heuristik) dalam mengambil keputusan atau membuat penilaian, meskipun heuristik tersebut dapat mengakibatkan kesalahan atau penyimpangan dari rasionalitas yang sebenarnya. Bias ini terjadi karena adanya keterbatasan waktu, sumber daya kognitif, atau informasi yang tersedia, yang menyebabkan kita mengandalkan shortcut berpikir yang efisien namun tidak selalu akurat.

Berikut adalah beberapa contoh umum bias heuristik:

  1. Heuristik ketersediaan: Cenderung memperkirakan probabilitas atau frekuensi suatu kejadian berdasarkan seberapa mudah kita dapat mengingat contoh-contoh terkait. Informasi yang lebih mudah diingat dianggap lebih umum atau lebih mungkin terjadi, meskipun ini tidak selalu benar.
  2. Heuristik representatif: Cenderung membuat penilaian atau memperkirakan kemungkinan berdasarkan sejauh mana objek atau kejadian tersebut mewakili prototipe atau gambaran mental kita tentang kategori atau konsep yang terkait. Hal ini dapat mengakibatkan kesalahan dalam mengabaikan faktor-faktor probabilitas yang lebih luas.
  3. Heuristik kelayakan (availability heuristic): Cenderung membuat keputusan berdasarkan sejauh mana suatu solusi atau tindakan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh kita. Namun, kita mungkin mengabaikan informasi penting atau alternatif yang tidak memenuhi kriteria tersebut.
  4. Heuristik kesederhanaan (simplicity heuristic): Cenderung memilih solusi atau penjelasan yang paling sederhana atau paling mudah dipahami, meskipun solusi yang sebenarnya mungkin lebih kompleks.
  5. Heuristik penggantian (substitution heuristic): Cenderung menjawab pertanyaan kompleks dengan menggantikannya dengan pertanyaan yang lebih mudah dijawab. Ini dapat menghasilkan kesalahan karena informasi yang relevan mungkin tidak tersedia untuk pertanyaan yang lebih mudah.

Bias heuristik dapat mempengaruhi pengambilan keputusan yang baik dan objektif, karena sering kali mengandalkan penilaian yang tidak lengkap atau terbatas. Penting untuk menyadari bias heuristik ini dan berusaha untuk melibatkan pemikiran yang lebih kritis dan reflektif dalam proses pengambilan keputusan. Dengan mempertimbangkan informasi yang lebih luas, mencari bukti yang kuat, dan mengambil waktu yang cukup, kita dapat mengurangi pengaruh bias heuristik dan membuat keputusan yang lebih baik.

5. Anchoring Bias

Bias penambatan (anchoring bias) adalah kecenderungan kita untuk terlalu bergantung pada informasi awal atau “penambat” ketika membuat keputusan atau mengevaluasi situasi, bahkan ketika informasi tersebut mungkin tidak relevan atau tidak memiliki hubungan langsung dengan keputusan yang sedang dihadapi. Dalam bias ini, nilai atau angka pertama yang kita terima menjadi acuan yang memengaruhi penilaian atau estimasi kita selanjutnya.

Contoh bias penambatan adalah sebagai berikut:

  1. Negosiasi harga: Ketika kita memasuki negosiasi harga, angka pertama yang diajukan oleh pihak lain menjadi “penambat” yang mempengaruhi persepsi kita tentang nilai yang wajar. Jika penawaran awal tinggi, kita mungkin akan cenderung berpikir bahwa harga yang lebih rendah adalah “diskon” atau penawaran yang lebih baik, meskipun mungkin sebenarnya masih terlalu tinggi.
  2. Penilaian produk: Jika kita melihat harga awal yang tinggi pada suatu produk, kita mungkin akan cenderung menganggap produk tersebut sebagai produk yang lebih berkualitas atau lebih bernilai daripada produk dengan harga yang lebih rendah, meskipun kualitas sebenarnya tidak terkait langsung dengan harga.
  3. Pengambilan keputusan finansial: Jika kita menerima penilaian awal tentang nilai aset, kita cenderung mempengaruhi penilaian kita tentang harga wajar atau nilai aset tersebut.
  4. Proyeksi angka: Ketika diminta untuk memperkirakan suatu angka atau kuantitas, penambatan dapat mempengaruhi perkiraan kita. Misalnya, jika kita diberikan angka tinggi sebagai penambat, perkiraan kita kemungkinan besar akan cenderung lebih tinggi daripada jika kita diberikan angka rendah sebagai penambat.

Bias penambatan terjadi karena kita cenderung mengaitkan informasi awal dengan gagasan atau acuan yang kuat dalam pemikiran kita. Hal ini dapat mempengaruhi penilaian kita dan menghambat kita dalam menyesuaikan estimasi atau penilaian berdasarkan informasi tambahan yang relevan.

Untuk mengurangi pengaruh bias penambatan, penting untuk menyadari keberadaannya dan berusaha untuk mengevaluasi informasi secara obyektif dan independen. Mengumpulkan informasi lebih lanjut, mempertimbangkan alternatif, dan menghindari membiarkan penambatan awal secara tidak proporsional mempengaruhi penilaian dan keputusan kita adalah langkah-langkah penting dalam mengatasi bias penambatan.

Lihat juga

Back to top button